Masyarakat Tantang Aparat Tegakkan Hukum: “Kalau Diam, Kami Bertindak Sendiri”
Nabire , Kominfo.co.id — Gelombang kemarahan masyarakat Nabire terhadap maraknya praktik judi Togel (Toto Gelap) terus memuncak. Dari tokoh adat, tokoh agama, hingga aktivis muda bersatu menyuarakan tuntutan: Kapolda Papua Tengah dan Kapolres Nabire harus segera menutup seluruh jaringan perjudian yang kian merajalela di jantung kota.
Bagi warga, praktik togel bukan sekadar pelanggaran hukum dan moral — tetapi telah berubah menjadi “proyek pemiskinan rakyat Papua” yang tumbuh subur karena lemahnya penegakan hukum dan dugaan pembiaran oleh oknum aparat.
“Lapak-lapak togel di Nabire ini berjalan terang-terangan, seolah kebal hukum. Kami punya bukti foto dan saksi. Kalau aparat tidak bertindak, rakyat bisa kehilangan kesabaran,”
ujar seorang warga Nabire yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Lapak Togel Bebas di Tengah Kota, Diduga Ada ‘Pelindung’ di Balik Layar
Hasil penelusuran warga dan media menunjukkan aktivitas togel berlangsung bebas di sejumlah titik strategis: Pasar Oyehe, Pasar Karang, Siriwini, Kalibobo, Wonorejo, hingga pertokoan Girimuyo. Ironisnya, beberapa di antaranya berdampingan dengan rumah ibadah dan fasilitas umum.
Nama-nama seperti Mama Eva, Mama Umi, dan Bantar alias Bing disebut warga sebagai pengelola utama yang diduga mengatur setoran lintas distrik dengan sistem jaringan rapi — dan sulit dipercaya jaringan sebesar itu bisa berjalan tanpa restu dari oknum tertentu.
“Kalau tidak segera dibongkar, kepercayaan rakyat terhadap hukum akan hilang total,”
tegas seorang tokoh masyarakat Nabire.
Tokoh Agama: “Ini Bentuk Penghianatan terhadap Upaya Pemberantasan Kemiskinan”
Dari mimbar gereja hingga balai adat, suara perlawanan terus menggema. Para pemuka agama menilai, maraknya togel merupakan kegagalan aparat dan pemerintah dalam melindungi rakyat kecil dari jebakan kemiskinan struktural.
“Peredaran togel di Nabire sudah seperti dilegalkan. Masyarakat miskin dijebak dalam lingkaran harapan palsu. Anak-anak kekurangan gizi, keluarga rusak, dan iman rakyat terkikis,”
kata seorang pendeta senior di Nabire.
Menurutnya, uang rakyat yang seharusnya berputar di pasar dan kebutuhan rumah tangga kini tersedot ke bisnis haram yang memperkaya segelintir orang di balik layar.
Presiden Prabowo Sudah Tegaskan: Berantas Judi Online dan Narkoba
Ironi ini semakin mencolok jika dibandingkan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang berkali-kali menegaskan bahwa pemberantasan judi online dan narkoba adalah prioritas nasional.
Namun di Nabire, perintah presiden seolah tak sampai ke lapangan. Aparat tampak menutup mata sementara bisnis haram berjalan terang benderang.
Pasal 303 KUHP dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 sudah jelas menyebut bahwa perjudian adalah tindak pidana. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan gejala klasik: yang ditangkap hanya pemain kecil, sedangkan bandar besar tetap bebas berkeliaran.
“Kalau hukum hanya berani menindak yang lemah, sementara yang kuat dilindungi, itu bukan penegakan hukum — itu penghianatan terhadap keadilan,”
tegas seorang aktivis muda Nabire.
Masyarakat Nabire kini mendesak Kapolda Papua Tengah, Kapolres Nabire, dan Gubernur Papua Tengah untuk segera:
1. Menutup seluruh lapak togel di wilayah Nabire.
2. Menangkap bandar besar dan membongkar jaringan setoran.
3. Menindak tegas oknum aparat yang terlibat.
“Kami tidak mau lagi razia seremonial. Kalau daerah tidak berani, kami siap laporkan ke Mabes Polri, Komisi III DPR RI, dan Kemendagri. Negara harus hadir melindungi rakyat, bukan ikut bermain,”
tegas perwakilan masyarakat Nabire.
Seruan Moral: Papua Harus Bangkit, Bukan Tenggelam dalam Judi,
Tokoh-tokoh adat dan agama sepakat akan menggelar aksi doa dan perlawanan moral sebagai peringatan keras kepada aparat agar tidak menutup mata terhadap penderitaan rakyat.
“Papua harus bangkit lewat kerja keras, iman, dan pendidikan — bukan lewat togel. Kalau kita biarkan perjudian ini, berarti kita ikut menjerumuskan generasi kita sendiri,”
ujar seorang pemuka adat.
Maraknya perjudian di Nabire adalah ujian moral dan profesionalisme bagi aparat penegak hukum. Jika Kapolda dan Kapolres diam, maka diamnya akan terbaca sebagai restu.
Masyarakat tidak butuh janji atau razia pencitraan — mereka butuh tindakan nyata, penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Karena di tanah Papua, yang kini sedang berjuang keluar dari belenggu kemiskinan dan ketertinggalan, tidak boleh ada ruang bagi kejahatan yang diselimuti seragam.
Negara harus hadir, bukan sekadar menonton dari balik meja.





Komentar0