BSWlBUr8TSY0Tfd8GpW0GSzlTd==

KOLEBBAT Desak Gubernur Banten Tutup Tambang Galian C di Jawilan: Dugaan Kongkalikong dan Intimidasi Warga Harus Diusut!

 

Serang, Banten,kominfo.co.id  — Perkumpulan Koalisi Lembaga Banten Bersatu (KOLEBBAT) yang dikoordinatori Ketua LSM Komunitas Pemantau Korupsi – Nusantara (KPK) Perwakilan Banten, Aminudin, melayangkan surat resmi kepada Gubernur Banten. Surat tersebut berisi desakan agar Pemerintah Provinsi Banten segera menindak tegas aktivitas tambang galian pasir (Galian C) milik PT. Berkah Halal Thayyib di Kampung Cikasantren, Desa Pagintungan, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang.

Langkah ini diambil setelah hasil audiensi KOLEBBAT dengan Dinas ESDM Banten pada Rabu (1/9/2025) yang menyepakati rencana inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambang. Namun, pada saat sidak dilakukan, Senin (6/9/2025), ditemukan fakta bahwa limbah cair dari tambang mengalir deras ke saluran pertanian warga usai hujan turun. Air limbah tersebut menyebabkan pencemaran lahan dan sawah warga di dua wilayah — Desa Pagintungan (Kabupaten Serang) dan Desa Citeras (Kabupaten Lebak).

Aminudin menyebut, kondisi ini sudah berlangsung lebih dari satu dekade tanpa ada tindakan berarti dari pemerintah daerah. Ia menuding adanya “kongkalikong” antara pihak perusahaan dan sejumlah oknum pejabat yang diduga sengaja menutup mata terhadap pelanggaran di lapangan.

“Sudah belasan tahun warga menolak tambang itu, tapi izin terus saja keluar. Dari dulu perusahaan Korea, PT AUM, sampai sekarang PT. Berkah Halal Thayyib yang dapat izin di tahun 2024. Padahal dampak lingkungannya nyata. Dinas ESDM dan pejabat terkait seolah tidak peduli pada jeritan warga,” tegas Aminudin.

Lebih parah lagi, menurut laporan warga, sebagian warga menerima intimidasi dari oknum aparat setempat agar tidak menghadiri sidak Dinas ESDM di lokasi tambang. Tindakan ini jelas melanggar hukum dan merupakan bentuk pelanggaran hak warga untuk berpartisipasi dalam pengawasan publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Dalam Pasal 66 UU PPLH ditegaskan:

“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Artinya, intimidasi terhadap warga adalah pelanggaran serius terhadap hukum lingkungan dan hak konstitusional masyarakat.

Aminudin menyoroti sikap Dinas ESDM yang dinilai “lemah dan tidak tegas.” Dalam hasil sidak, pihak Dinas hanya menyebut bahwa penutupan tambang tidak dapat dilakukan kecuali ada korban atau kerugian besar yang nyata. Pandangan ini sangat bertentangan dengan Pasal 76 UU PPLH yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menjatuhkan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara, hingga pencabutan izin lingkungan jika ditemukan pelanggaran.

“Kenapa harus menunggu korban dulu baru bertindak? Itu bukan prinsip pencegahan, tapi pembiaran. Kalau sudah ada bukti pencemaran dan dampak ke pertanian warga, izin tambang seharusnya langsung dibekukan,” ujar Aminudin geram.

Ia juga menyinggung lemahnya pengawasan dan tanggung jawab moral dari para pejabat daerah, baik di Dinas ESDM, Bupati Serang, maupun DPRD setempat. Menurutnya, politik tutup mata dan pembiaran atas kerusakan lingkungan justru mengkhianati amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3), yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat — bukan segelintir pengusaha tambang.

Aminudin menegaskan, KOLEBBAT bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil akan terus mengawal kasus ini, termasuk mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk turun tangan langsung ke lapangan.

“Kami juga meminta agar aparat penegak hukum, baik sipil maupun militer, berdiri di pihak rakyat, bukan menjadi tameng para pengusaha tambang. Ini bukan hanya persoalan izin, tapi persoalan keadilan sosial dan keselamatan lingkungan,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, lokasi tambang tersebut sebelumnya juga dikelola oleh PT AUM, perusahaan asal Korea yang meninggalkan kerusakan parah dan tidak melakukan reklamasi lahan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 96 huruf c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Sampai hari ini, reklamasi itu tidak pernah dilakukan, namun izin tambang kembali diterbitkan untuk PT Berkah Halal Thayyib — sebuah ironi hukum dan moral yang mencederai rasa keadilan masyarakat.

(Suara Independen Jurnalis Indonesia)

Komentar0

Type above and press Enter to search.