![]() |
Kericuhan bermula ketika sesi pembukaan selesai. Alih-alih menutup forum dengan kondusif, sebagian kader langsung keluar ruangan sembari meneriakkan yel-yel “perubahan”, yang kemudian berhadapan dengan kelompok kader lain yang mengusung “lanjutan”. Suasana tegang pun tak terhindarkan.
Ketika Mardiono tengah memberikan keterangan kepada awak media, keributan kian memanas. Sejumlah kader kembali melontarkan teriakan “perubahan” dari belakang barisan wartawan, sehingga wawancara berlangsung dalam suasana penuh desakan.
Berdasarkan pantauan di lokasi, kericuhan dipicu oleh tarik-menarik dua arus besar di tubuh PPP. Pertama, kelompok yang mendorong “perubahan”, yaitu desakan regenerasi kepemimpinan dan evaluasi total terhadap kinerja elite lama pasca hasil Pemilu 2024 yang menurun. Kedua, kelompok “lanjutan”, yang menginginkan kepemimpinan Mardiono tetap berlanjut dengan alasan stabilitas organisasi menjelang agenda politik 2029.
Sumber internal menyebut, ketegangan ini sudah terasa sejak pra-muktamar. Isu siapa yang akan mengendalikan PPP ke depan dianggap krusial, mengingat partai berlambang Ka’bah itu tengah berusaha keluar dari bayang-bayang keterpurukan suara di parlemen.
“Ini soal masa depan partai. Ada yang ingin wajah baru, ada juga yang menganggap Mardiono masih bisa memimpin. Jadi wajar emosinya tinggi,” ujar salah seorang kader yang enggan disebutkan namanya.
Menanggapi kericuhan tersebut, Muhamad Mardiono menegaskan bahwa muktamar harus tetap menjadi forum demokratis dan persatuan, bukan ajang perpecahan.
“Saya memahami ada dinamika di tubuh PPP. Namun saya ingin menegaskan bahwa muktamar ini harus dijalankan dengan semangat musyawarah dan persaudaraan. Semua aspirasi akan ditampung melalui mekanisme yang sah. Jangan sampai kita terpecah hanya karena perbedaan pandangan,” kata Mardiono di hadapan awak media.
Ia juga menambahkan, pihaknya terbuka terhadap kritik dan gagasan perubahan, namun mengingatkan bahwa konsolidasi partai tidak boleh keluar dari koridor organisasi.
Kericuhan di Muktamar X menunjukkan PPP masih berada dalam persimpangan jalan. Di satu sisi, ada dorongan kuat agar partai melakukan pembaruan untuk merebut simpati pemilih muda dan memperbaiki citra pasca kegagalan menembus ambang batas parlemen. Di sisi lain, kelompok status quo menilai pergantian kepemimpinan justru berisiko menambah perpecahan internal.
Muktamar yang sejatinya menjadi ajang konsolidasi dan peneguhan arah politik, sementara ini justru memperlihatkan polarisasi yang tajam di internal PPP.
Komentar0